Kamis, 26 Mei 2011

KESULITAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA dan bahkan juga di Perguruan Tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Menurut Cornelius dalam Abdurrahman (2003:253) mengemukakan :
            Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Pemerintah selalu melakukan penyempurnaan kurikulum untuk meningkatkan mutu pendidikan. Berdasarkan sumber (http://www.prayudi. wordpress.com) menyatakan :
            Di antara hasil terbaru penyempurnaan tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu kelebihan dari kurikulum terbaru ini adalah dinyatakannya pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), dan menghargai kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP, SMA, dan SMK disamping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep yang sudah dikenal guru.
Siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan kubus dan balok, ini terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal, yang mungkin disebabkan karena metode yang digunakan tidak cocok atau metode sebelumnya tidak membuat siswa termotivasi sehingga kebanyakan siswa kurang mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka saya tertarik untuk mengangkat judul : “Kesulitan Siswa dalam Belajar Materi Geometri di kelas IX SMP”.         

1.2  Identifikasi Masalah
   Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.      Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2.      Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih rendah.
3.      Siswa kurang mampu menerapkan konsep dalam memecahkan masalah matematika.
4.      Penguasaan guru terhadap berbagai pendekatan pembelajaran belum optimal.
1.3  Pembatasan Masalah
   Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan kemampuan yang saya miliki, maka saya merasa perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah.  Masalah yang akan dikaji dalam makalah ini terbatas pada menganalisis kendala yang dialami siswa kelas IX dalam memecahkan masalah dan upaya penanggulangan kesulitan siswa pada pokok bahasan “kubus dan balok” dapat ditingkatkan.
1.2.      Rumusan Masalah
   Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana tingkat kemampuan siswa memecahkan masalah pada pokok bahasan “kubus dan balok”?
2.      Apakah solusi yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah pada pokok bahasan “kubus dan balok”?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Belajar Mengajar Matematika
Belajar marupakan kegiatan setiap orang. Seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar. Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki, sehingga siswa dapat mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki.Dalam teori belajar Robert M.Gagne (dalam Asrin 2006:13) mengatakan bahwa :” dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung”.     
            Obyek tak langsung antara lain : kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri(belajar, bekerja, dll), bersikap positif terhadap matematika dan mengerti bagaimana seharusnya belajar. Obyek langsung adalah antara lain :
1.  Fakta
Contoh fakta ialah angka/lambang bilangan, sudut, ruas garis, simbol dan notasi.
2.   Keterampilan
      Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya melakukan pembagian cara cepat, membagi bilangan dengan pecahan, menjumlahkan pecahan dan sebagainya.
3.   Konsep
      Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda (obyek) ke dalam contoh.
4.   Aturan (Prinsip)
      Aturan ialah obyek yang paling abstrak, yang dapat berupa sifat, dalil, dan teori.
            Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang. Karena matematika merupakan ide-ide yang abstrak yang diberi simbol-simbol maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu akan mempengaruhi proses belajar materi selanjutnya.
            Dalam proses belajar mengajar matematika terjadi proses berpikir. Seseorang dikatakan berpikir apabila melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika selalu melakukan kegiatan mental. Sehingga dalam berpikir, seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan antar bagian-bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun kesimpulan. Dari sini terlihat bahwa belajar matematika itu merupakan proses membangun atau mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsiptidak sekedar penghafalan yang terkesan pasif dan statis. Akan tetapi belajar itu harus aktif dan dinamis.
            Seorang guru sebelum terjun di depan kelas membawakan suatu bahan pengajaran, ada dua hal yang harus dilakukan yaitu
1.      Guru harus menguasai materi yang akan diajarkannya.
2.      Memikirkan bagaimana cara menyampaikannya dengan baik.
2.2 Konsep Dalam Matematika
            Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
            Matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-stuktur dan hubungan-hubungannya diatur secara logika sehingga matematikaberkenaan dengan konsep-konsep abstrak. Konsep-konsep yang ada dalam matematika tidak boleh dipindahkan langsung dari guru ke siswa sebab didalamnya mengandung proses abstraksi, dimana siswa harus dilibatkan dalam proses penemuan konsep. Siswa dituntut menciptakan persepsi, ide-ide yang berbeda dalam memandang obyek yang diabstraksikan, tergantung pada konsep atau pengalaman belajar yang telah dimiliki sebelumnya. Maka konsep dalam matematika merupakan ide abstrak yang memudahkan seseorang mengklasifikasikan objek atau kejadian, menentukan apakah objek atau kejadian itu contoh atau bukan contoh dari ide abstrak itu.
2.3 Kesulitan Belajar Matematika
Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa mengalami kesulitan belajar. Kenyataan inilah yang harus segera ditangani dan dipecahkan. Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti: fisiologi, faktor sosial, faktor pedagogik. Selain itu, terdapat pula kesulitan khusus dalam belajar matematika seperti:
1  Kesulitan dalam menggunakan konsep
Dalam hal ini dipandang bahwa siswa telah memperoleh pengajaran satu konsep, tetapi belum menguasainya mungkin karena lupa sebagian atau seluruhnya. Mungkin pula konsep yang dikuasai kurang cermat. Hal ini disebabkan antara lain:
a.   Siswa lupa nama singkatan suatu obyek
      Misalnya siswa lupa memangkatkan suatu bilangan dengan pangkat dua.
b.   Siswa kurang mampu menyatakan arti istilah dalam konsep.
            Misalkan siswa yang mampu menyatakan istilah kuadrat dan kali dua dan mereka menganggap sama.
2.   Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip
Jika kesulitan siswa dalam menggunakan prinsip kita analisa, tampaklah bahwa pada umumnya sebab kesulitan tersebut antara lain:
a.   Siswa tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk mengembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan yang perlu.
b.   Miskin dari konsep dasar secara potensial merupakan sebab kesulitan belajar prinsip yang diajarkan dengan metode kontekstual (contoh nyata).
c.   Siswa kurang jelas dengan prinsip yang telah diajarkan.
3.  Kesulitan memecahkan soal berbentuk verbal.
Memecahkan soal berbentuk verbal berarti menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara teoritis untuk memecahkan persoalan nyata atau keadaan sehari-hari. Keberhasilan dalam memecahkan persoalan berbentuk verbal tergantung kemampuan pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami soal berbentuk cerita dan kemampuan mengubah soal verbal menjadi model matematika, biasanya dalam bentuk persamaan serta kesesuaian penga,ana siswa dengan situasi yang diceritakan dalam soal. Beberapa sebab siswa sulit memecahkan soal berbentuk verbal.
a.   Tidak mengerti apa yang dibaca, akibat kurang pengetahuan siswa tentang konsep atau beberapa istilah yang tidak diketahui. Untuk mengecek kebenaran dugaan ini, setelah membaca soal, guru dapat meminta siswa untuk menyatakan pendapatnya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Guru dapat mengecek apakah ada istilah-istilah yang mungkin belum diketahui atau dilupakan. Selain itu juga perlu dipahami, apa yang diketahui dan apa yang dinyatakan serta rumus-rumus apa yang diperlukan.
b.  Siswa tidak mengubah soal berbentuk verbal menjadi model matematika dan hubungannya.
Kesulitan belajar dapat ditunjukkan dengan beberapa gejala yaitu:
·         Menunjukkan prestasi yang rendah
·         Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan
·         Keterlambatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan
            Obyek yang dapat kita periksa untuk mengetahui penyebab kesukaran siswa belajar contohnya seperti: (a) materi yang diajarkan dianggap terlalu sulit, (b) pengajarannya yang kurang baik dan dapat disebabkan oleh kesalahan pengajaran dalam menyajikan metode ataupun tidak adanya alat peraga, dan (c) dari siswa sendiri disebabkan karena kelemahan jasmani, kurang cerdas, tidak ada minat, tidak ada bakat, emosi tidak stabil, suasana yang tidak mendukung.


BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
KESIMPULAN
1.      Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan.
2.      Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
3.      Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa mengalami kesulitan belajar.
4.      Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
5.      Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti: fisiologi, faktor sosial, faktor pedagogik.
SARAN
1.      Kepada guru matematika, disarankan memperhatikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar karena pembelajaran ini lebih inovatif.
2.      Kepada siswa disarankan lebih berani dalam menyampaikan pendapat atau ide-ide, dapat mempergunakan seluruh perangkat pembelajaran sebagai acuan, dan siswa akan lebih efektif.

  
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Hamalik, O., (2006), Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta.
Sihombing, W.L, (2011), Bahan Ajar Kapita Selekta II, FMIPA UNIMED, Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar