Kamis, 26 Mei 2011

KESULITAN DALAM TEOREMA PYTHAGORAS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di lingkungan kita banyak sekali siswa SD yang kesulitan sehingga sering mengalami kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal-soal matematika, salah satunya adalah soal-soal Pythagoras. Beberapa orang guru  pun mengungkapkan bahwa siswa banyak yang mengalami kesulitan dan kesalahan dalam menggunakan rumus Pythagoras, apalagi jika dipadu dengan mencari luas dan keliling dari bangun datar. Padahal untuk materi Pythagoras pada siswa SMP masih sangatlah sederhana, apalagi jika dibanding dengan materi siswa SMA yang sudah kompleks.
Pemahaman terhadap materi teorema Pythagoras perlu ditekankan pada siswa sejak dini karena merupakan pengetahuan dasar dalam belajar matematika lebih lanjut juga dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya, siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi teorema Pythagoras. Kesulitan yang dialami mengakibatkan rendahnya pemahaman siswa pada materi teorema Pythagoras, seperti yang dialami siswa SMP Negeri 1 Lembah Sorik Marapi.
Kesulitan siswa dalam memahami materi teorema Pythagoras diduga karenakurang tepatnya strategi pembelajaran yang digunakan. Kurang tepatnya pemilihanstrategi pembelajaran akan mempengaruhi proses terbentuknya pengetahuan padasiswa, apalagi pada materi yang dianggap sulit oleh siswa.

1.2  Hakekat Matematika
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat untuk mendefinisikan apa itu matematika. Walaupun belum ada definisi tunggal menganai matematika, bukan berarti matematika tidak dapat dikenali. Seperti apa yang telah diutarakan oleh Soedjadi (1985:5) sebagai pengetahuan matematika mempunyai beberapa karakteristik, yaitu bahwa obyek matematika tidaklah kongkrit tetapi abstrak. Dengan mengetahui obyek penelaahan matematika, kita dapat mengetahui hakekat matematika yang sekaligus dapat diketahui juga cara berfikir matematika oleh E.T. Ruseffendi (1980:148) mengungkapkan: Matematika itu timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas yaitu: Aritmatika, Aljabar, Geometri dan Analisa. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu, maksudnya bahwa matematika itu tidak tergantung pada bidang disiplin ilmu lain.
Bahasa matematika yang digunakan agar dapat dipahami orang, dengan menggunakan simbol dan istilah yang telah disepakati bersama. Sementara itu Hudoyo (1983:3) secara singkat mengatakan bahwa “Matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan panalaran deduktif.” Mengenai obyek matematika, Ruseffendi (1980:139) membedakan bahwa obyek matematika terdiri dari dua tipe, yaitu obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung adalah hal-hal yang mempengaruhi hasil belajar, misalnya kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan mentransfer pengetahuan. Sedangkan obyek langsung dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu: fakta, ketrampilan, konsep dan prinsip (aturan).
Hudoyo (1988:97) mengungkapkan bahwa apabila matematika dipandang sebagai suatu struktur dari hubungan-hubungan maka simbol-simbol formal diperlukan untuk menyertai himpunan benda-benda atau obyek-obyek. Simbol-simbol ini sangat penting dalam membentuk memanipulasi aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur.
Pemahaman terhadap struktur-struktur dan proses simbolisasi memberikan fasilitas komunikasi dan dari komunikasi ini kita mendapatkan informasi. Dari informasi-informasi ini dapat membentuk konsep baru. Dengan demikian simbol-simbol bermanfaat untuk kehematan intelektual, sebab simbol-simbol dapat digunakan dalam mengkomunikasikan ide secara efektif dan efisien. Karena itu belajar matematika sebenarnya untuk mendapatkan pengertian hubungan-hubungan dan simbol-simbol serta kemudian mengaplikasikan dalam kehidupan yang nyata.
Dengan demikian hakekat matematika adalah hal-hal yang berhubungan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya diatur menurut aturan yang logis. 
1.3  Belajar Matematika
Belajar merupakan kegiatan setiap orang. Seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu memang tidak dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar sedang perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar.
Ausebel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya, sehingga siswa dapat mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki (Hudoyo, 1990:138). Dalam teori belajar Robert M.Gagne yang diungkapkan Ruseffendi (1980:138) dikatakan bahwa dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain: kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja dan lain-lain), bersikap positif termahadap matematika dan mengerti bagaimana seharusnya belajar. Obyek langsung adalah sebagai berikut:
1. Fakta
    Contoh fakta ialah angka/lambang bilangan, sudut, ruas garis, simbol dan notasi.
2.  Ketrampilan
     Ketrampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat.
          Misalnya melakuka pembagian cara cepat, membagi bilangan dengan pecahan,
          menjumlahkan pecahan dan sebagainya.
3.   Konsep
     Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan
      benda-benda (obyek) ke dalam contoh.
4.   Aturan
       Aturan ialah obyek yang paling abstrak, yang dapat berupa sifat, dalil dan
       teori.
Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang. Karena matematika merupakan ide-ide yang abstrak yang diberi simbol-simbol maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu akan mempengaruhi proses belajar materi selanjutnya. Sebagai contoh, untuk dapat memahami arti perkalian siswa harus memahami terlabih dahulu apa itu penjumlahan, karena itu penjumlahan harus dipelajari lebih dahulu dari perkalian. Dengan demikian apabila belajar matematika yang terputus-putus akan menganggu terjadinya proses belajar, karena itu proses belajar matematika akan lancar jika dilakukan secara kontinyu.
Dalam proses belajar matematika terjadi proses berfikir. Seseorang dikatakan berfikir bila melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika selalu melakukan kegiatan mental. Sehingga dalam berfikir, seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan antar bagian-bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun kesimpulan. Dalam proses itu juga melibatkan bagaimana bentuk kegiatan mengajarnya.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan usaha manuasia atau makhluk hidup lainnya yang membutuhkan dunia untuk mengembangkan dan melangsungkan hidupnya. Manusia selalu mengandalkan interaksi dengan dunia luar, selalu berusaha untuk menggunakan dan mengubah dunia luar untuk kebutuhan dirinya.
1.4  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut maka permasalahan diidentifikasikan sebagai berikut:
1.      Masih adanya siswa yang mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soasoal dalil Pythagoras.
2.      Ada kemungkinan letak kesalahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda.
3.      Ada perbedaan kemampuan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
  
BAB II
PEMBAHASAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA
     Menurut Herman Hudoyo (1988:6) kegiatan belajar yang kita kehendaki akan bisa tercapai bila faktor-faktor berikut ini dapat dikelola sebaik-baiknya:
1        Peserta didik
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta didik. Misalnya saja, bagaimana kemampuan dan kesiapannya untuk belajar matematika, bagaimana kondisi si anak, dan kondisi fisiologisnya. Orang yang dalam keadaan sehat jasmani akan lebih baik belajar daripada orang yang dalam keadaan lelah, seperti perhatian, pengamatan, ingatan juga berpengaruh terhadap kegiatan belajar seseorang.
     2.  Pengajar
Kemampuan pengajar dalam menyampaikan materi dan sekaligus menguasai materi yang diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses belajar. Seorang pengajar yang tidak menguasai materi matematika dengan baik dan kurang menguasai cara menyampaikan dengan tepat dapat mengakibatkan rendahnya mutu pengajaran dan yang kedua dapat menimbulkan kesulitan peserta didik dalam memahami matematika. Akibatnya proses belajar matematika tidak berlangsung efektif.
    3.  Sarana dan prasarana
Sarana yang lengkap seperti adanya buku teks dan alat bantu belajar merupakan fasilitas yang penting. Demikian pula prasarana yang cocok seperti ruangan dan tempat duduk yang bersih dan sejuk bisa memperlancar terjadinya proses belajar. Tidak menutup kemungkinan penyediaan sumber lain, seperti majalah tentang pengajaran matematika, laboratorium matematika dan lain-lain akan dapat meningkatkan kualitas belajar.

  4.  Penilaian
Penilaian dipergunakan untuk melihat bagaimana berlangsungnya interaksi antara pengajar dan peserta didik. Disamping itu penilaian juga berfungsi untuk meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar apabila kurang berhasil. Penilaian juga mengacu pada proses belajar, yang dinilai adalah bagaimana langkah-langkah berfikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian, apabila langkah-langkah penyelesaian masalah benar sedangkan langkah terakhir salah, telah menunjukkan proses belajar siswa baik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yairu :  peserta didik, pengajar, sarana dan prasarana, penilaian yang kesemuanya itu wsangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa mengalami kesulitan belajar. Kenyataan inilah yang harus segera ditangani dan dipecahkan. kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Menurut Soejono (1984:4) kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti: fisiologi, faktor sosial, faktor pedagogik. Selain itu, terdapat pula kesulitan khusus dalam belajar matematika seperti:
1.   Kesulitan dalam menggunakan konsep
Dalam hal ini dipandang bahwa siswa telah memperoleh pengajaran sautu konsep, tetapi belum menguasainya mungkin karena lupa sebagian atau seluruhnya. Mungkin pula konsep yang dikuasai kurang cermat. Hal ini disebabkan antara lain;
a.       Siswa lupa nama singkatan suatu obyek
Misalnya siswa lupa memangkatkan suatu bilangan dengan pangkat     dua.
b.      Siswa kurang mampu menyatakan arti istilah dalam konsep.
Misalkan siswa yang mampu menyatakan istilah kuadrat dan kali dua dan mereka menganggap sama.
2. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip
Jika kesulitan siswa dalam menggunakan prinsip kita analisa, tampaklah bahwa pada umumnya sebab kesulitan tersebut antara lain:
a.       Siswa tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untukmengembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan yang perlu.
b.      Miskin dari konsep dasar secara potensial merupakan sebab kesulitan belajar prinsip yang diajarkan dengan metode kontekstual (contoh nyata).
c.       Siswa kurang jelas dengan prinsip yang telah diajarkan.

3. Kesulitan memecahkan soal berbentuk verbal.
Memecahkan soal berbentuk verbal berarti menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara teoritis untuk memecahkan persoalan nyata atau keadaan sehari-hari. Keberhasilan dalam memecahkan persoalan berbentuk verbal tergantung kemampuan pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami soal berbentuk cerita dan kemampuan mengubah soal verbal menjadi model matematika, biasanya dalam bentuk persamaan serta kesesuaian penga,ana siswa dengan situasi yang diceritakan dalam soal. Beberapa sebab siswa sulit memecahkan soal berbentuk verbal.
MATERI TEOREMA PYTHAGORAS
1.      Kuadrat dan akar kuadrat suatu bilangan
Kuadrat suatu bilangan ialah bilangan yang diperoleh dengan mengalikan bilangan itu dengan dirinya sendiri.
Contoh:
9,52 = 9,5 x 9,5 = 90,25
      152 = 15 x 15 = 225
Akar kuadrat suatu bilangan n ialah suatu bilangan positif yang jika dikuadratkan (dikalikan dengan dirinya sendiri) akan menghasilkan bilangan ke-n.
Contoh:
  1. Akar kuadrat dari:
64 = 8 x 8 = 8 x 8 = 64, maka akar kuadrat 64 adalah 8
 0,25 = 0,5 x 0,5 = 0,5 x 0,5 = 0,25, maka akar kuadrat 0,25 adalah 0,5
2.   Luas daerah persegi dan luas daerah segitiga siku-siku
   Perhatikan gambar!              A                     D

             B                      C
Luas daerah persegi ABCD adalah:
L = s x s = s2
Luas daerah segitiga ABD adalah: L = ½ x s2
Perhatikan kalimat-kalimat berikut:
1.    Diketahui  sebuah  segitiga  PQR siku-siku di titik Q. Jika PQ = 8 cm
       dan    QR = 24 cm, tentukan luas daerah segitiga PQR!
  1. Hitunglah luas segitiga berikut dalam satuan cm2!
      P
   
Q                      12                                 R
3. Pembuktian Theorema Pythagoras
Pada setiap segitiga siku-siku, sisi-sisinya terdiri dari sisi siku-siku dan sisi miring (hipotenusa). Perhatikan gambar segitiga ABC!
                                                           C

               B                                        A
Segitiga ABC siku-siku di A, sisi yang membentuk sudut siku-siku disebut sisi siku-siku, yaitu AB dan AC. Sisi dihadapan sudut siku-siku disebut sisi miring atau hipotenusa yaitu BC. Selanjutnya untuk mendapatkan Teorema Pythagoras, perhatikan gambar! Berdasarkan gambar tersebut, hitunglah luas persegi-persegi pada setiap sisi segitiga, dan lengkapilah tabel berikut ini.
Untuk setiap segitiga siku-siku selalu berlaku:
Luas persegi pada hipotenusa sama dengan jumlah luas persegi pada sisi yang lain (sisi siku-siku).
Teorema ini disebut Teorema Pythagoras, karena teori ini pertama kali ditemukan oleh Pythagoras, yaitu seorang ahli matematika bangsa Yunani yang hidup pada abad VI Masehi.
4.  Rumus Teorema Pythagoras
Teorema Pythagoras yang pembuktiannya telah dilakukan di atas dapat digunakan untuk menghitung panjang suatu sisi segitiga siku-siku apabila salah satu sisinya belum diketahui.
Dari Teorema Pythagoras dapat diturunkan rumus-rumus berikut:
Jika segitiga ABC siku-siku di titik A, maka berlaku:
BC2 = AC2 + AB2, atau
a2 = b2 + 2c, atau
b2 = a22c, atau
c2 = a2 – b2
Contoh:
1. Tunjukkan bahwa segitiga yang berukuran 4 cm, 3 cm, dan 5 cm adalah segitiga siku-siku.
Jawab: Misalnya sisi terpanjang adalah a, maka:
a = 5, b = 4, dan c = 3   a2 = 52    a2 = 25   b2 + c2 = 42 + 32 = 16 + 9 = 25
Karena a2 = b2 + c2, maka segitiga tersebut siku-siku.
2.    Suatu segitiga berukuran 4 cm, 6 cm, dan 5 cm. Apakah segitiga itu  siku-siku.
 Jawab: Misal sisi terpanjang adalah a, maka:
a = 6, b = 4, dan c = 5  a2 = 62   62 = 36  b2 + c2 = 42 + 52 = 16 + 25 = 41
Karena a2 ≠ b2+c2, maka segitiga tersebut bukan segitiga siku-siku.
Dari contoh di atas didapat bahwa: a2 < b2 + c2, maka segitiga tersebut merupakan segitiga lancip.
Tigaan Pythagoras (Tripel Pythagoras)
Ukuran sisi segitiga siku-siku sering dinyatakan dalam tiga bilangan asli yang tepat. Tiga bilangan seperti itu disebut tigaan Pythagoras (Tripel Pythagoras).
Contoh:
Suatu segitiga siku-siku panjang sisinya 5, 12, dan 13 satuan. Bilangan 5, 12, dan 13 disebut tigaan Pythagoras, sebab 132 = 52 + 122.
Selanjutnya dapat disimpulkan:
Tripel (tigaan) Pythagoras adalah tiga bilangan asli yang tepat untuk menyatakan panjang sisi-sisi suatu segitiga siku-siku.

1.      Luas Persegi dan Luas Segitiga Siku-Siku
Perhatikan Gambar 5.1.
Pada gambar tersebut tampak sebuah persegi ABCD yang panjang sisinya s satuan panjang.
Luas persegi ABCD = sisi x sisi


PENGGUNAAN TEOREMA PYTHAGORAS
1. Kebalikan Teorema Pythagoras untuk Menentukan Jenis Suatu Segitiga
Pada pembahasan yang lalu kalian telah mempelajari mengenai teorema Pythagoras dan membuktikan kebenarannya. Sekarang, kita akan membuktikan bahwa kebalikan teorema Pythagoras juga berlaku. Perhatikan uraian berikut.
MENYELESAIKAN MASALAH SEHARIHARI DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA PYTHAGORAS
            Banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang disajikan dalam soal cerita dan dapat diselesaikan dengan menggunakan teorema Pythagoras. Untuk memudahkan menyelesaikannya diperlukan bantuan gambar (sketsa). Pelajari contoh berikut:
              

BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
KESIMPULAN
1.      Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa mengalami kesulitan belajar.
2.      Keberhasilan dalam memecahkan persoalan berbentuk verbal tergantung kemampuan pemahaman verbal.
3.      Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang.
4.      Kesulitan belajar ini dapat diatasi dengan merubah cara guru yang mengajar, guru harus mampu membuat daya tarik tersendiri dalam mengajar sehingga nilai dari siswa meningkat.

SARAN
1.      Disarankan kepada guru agar menguasai metode-metode pembelajaran supaya siswa tidak terlalu sulit dalam mengerjakan soal – soal.
2.      Kurikulum yang sudah diatur oleh pemerintah dijalankan dengan baik, agar siswa aktif di dalam kelas.
3.      Guru harus benar – benar mengontrol kemampuan siswa saat kegiatan belajar mengajar.
4.       
 DAFTAR PUSTAKA

KESULITAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA dan bahkan juga di Perguruan Tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Menurut Cornelius dalam Abdurrahman (2003:253) mengemukakan :
            Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Pemerintah selalu melakukan penyempurnaan kurikulum untuk meningkatkan mutu pendidikan. Berdasarkan sumber (http://www.prayudi. wordpress.com) menyatakan :
            Di antara hasil terbaru penyempurnaan tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu kelebihan dari kurikulum terbaru ini adalah dinyatakannya pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), dan menghargai kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP, SMA, dan SMK disamping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep yang sudah dikenal guru.
Siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan kubus dan balok, ini terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal, yang mungkin disebabkan karena metode yang digunakan tidak cocok atau metode sebelumnya tidak membuat siswa termotivasi sehingga kebanyakan siswa kurang mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka saya tertarik untuk mengangkat judul : “Kesulitan Siswa dalam Belajar Materi Geometri di kelas IX SMP”.         

1.2  Identifikasi Masalah
   Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.      Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2.      Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih rendah.
3.      Siswa kurang mampu menerapkan konsep dalam memecahkan masalah matematika.
4.      Penguasaan guru terhadap berbagai pendekatan pembelajaran belum optimal.
1.3  Pembatasan Masalah
   Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan kemampuan yang saya miliki, maka saya merasa perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah.  Masalah yang akan dikaji dalam makalah ini terbatas pada menganalisis kendala yang dialami siswa kelas IX dalam memecahkan masalah dan upaya penanggulangan kesulitan siswa pada pokok bahasan “kubus dan balok” dapat ditingkatkan.
1.2.      Rumusan Masalah
   Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana tingkat kemampuan siswa memecahkan masalah pada pokok bahasan “kubus dan balok”?
2.      Apakah solusi yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah pada pokok bahasan “kubus dan balok”?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Belajar Mengajar Matematika
Belajar marupakan kegiatan setiap orang. Seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar. Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki, sehingga siswa dapat mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki.Dalam teori belajar Robert M.Gagne (dalam Asrin 2006:13) mengatakan bahwa :” dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung”.     
            Obyek tak langsung antara lain : kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri(belajar, bekerja, dll), bersikap positif terhadap matematika dan mengerti bagaimana seharusnya belajar. Obyek langsung adalah antara lain :
1.  Fakta
Contoh fakta ialah angka/lambang bilangan, sudut, ruas garis, simbol dan notasi.
2.   Keterampilan
      Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya melakukan pembagian cara cepat, membagi bilangan dengan pecahan, menjumlahkan pecahan dan sebagainya.
3.   Konsep
      Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda (obyek) ke dalam contoh.
4.   Aturan (Prinsip)
      Aturan ialah obyek yang paling abstrak, yang dapat berupa sifat, dalil, dan teori.
            Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang. Karena matematika merupakan ide-ide yang abstrak yang diberi simbol-simbol maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu akan mempengaruhi proses belajar materi selanjutnya.
            Dalam proses belajar mengajar matematika terjadi proses berpikir. Seseorang dikatakan berpikir apabila melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika selalu melakukan kegiatan mental. Sehingga dalam berpikir, seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan antar bagian-bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun kesimpulan. Dari sini terlihat bahwa belajar matematika itu merupakan proses membangun atau mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsiptidak sekedar penghafalan yang terkesan pasif dan statis. Akan tetapi belajar itu harus aktif dan dinamis.
            Seorang guru sebelum terjun di depan kelas membawakan suatu bahan pengajaran, ada dua hal yang harus dilakukan yaitu
1.      Guru harus menguasai materi yang akan diajarkannya.
2.      Memikirkan bagaimana cara menyampaikannya dengan baik.
2.2 Konsep Dalam Matematika
            Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
            Matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-stuktur dan hubungan-hubungannya diatur secara logika sehingga matematikaberkenaan dengan konsep-konsep abstrak. Konsep-konsep yang ada dalam matematika tidak boleh dipindahkan langsung dari guru ke siswa sebab didalamnya mengandung proses abstraksi, dimana siswa harus dilibatkan dalam proses penemuan konsep. Siswa dituntut menciptakan persepsi, ide-ide yang berbeda dalam memandang obyek yang diabstraksikan, tergantung pada konsep atau pengalaman belajar yang telah dimiliki sebelumnya. Maka konsep dalam matematika merupakan ide abstrak yang memudahkan seseorang mengklasifikasikan objek atau kejadian, menentukan apakah objek atau kejadian itu contoh atau bukan contoh dari ide abstrak itu.
2.3 Kesulitan Belajar Matematika
Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa mengalami kesulitan belajar. Kenyataan inilah yang harus segera ditangani dan dipecahkan. Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti: fisiologi, faktor sosial, faktor pedagogik. Selain itu, terdapat pula kesulitan khusus dalam belajar matematika seperti:
1  Kesulitan dalam menggunakan konsep
Dalam hal ini dipandang bahwa siswa telah memperoleh pengajaran satu konsep, tetapi belum menguasainya mungkin karena lupa sebagian atau seluruhnya. Mungkin pula konsep yang dikuasai kurang cermat. Hal ini disebabkan antara lain:
a.   Siswa lupa nama singkatan suatu obyek
      Misalnya siswa lupa memangkatkan suatu bilangan dengan pangkat dua.
b.   Siswa kurang mampu menyatakan arti istilah dalam konsep.
            Misalkan siswa yang mampu menyatakan istilah kuadrat dan kali dua dan mereka menganggap sama.
2.   Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip
Jika kesulitan siswa dalam menggunakan prinsip kita analisa, tampaklah bahwa pada umumnya sebab kesulitan tersebut antara lain:
a.   Siswa tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk mengembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan yang perlu.
b.   Miskin dari konsep dasar secara potensial merupakan sebab kesulitan belajar prinsip yang diajarkan dengan metode kontekstual (contoh nyata).
c.   Siswa kurang jelas dengan prinsip yang telah diajarkan.
3.  Kesulitan memecahkan soal berbentuk verbal.
Memecahkan soal berbentuk verbal berarti menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara teoritis untuk memecahkan persoalan nyata atau keadaan sehari-hari. Keberhasilan dalam memecahkan persoalan berbentuk verbal tergantung kemampuan pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami soal berbentuk cerita dan kemampuan mengubah soal verbal menjadi model matematika, biasanya dalam bentuk persamaan serta kesesuaian penga,ana siswa dengan situasi yang diceritakan dalam soal. Beberapa sebab siswa sulit memecahkan soal berbentuk verbal.
a.   Tidak mengerti apa yang dibaca, akibat kurang pengetahuan siswa tentang konsep atau beberapa istilah yang tidak diketahui. Untuk mengecek kebenaran dugaan ini, setelah membaca soal, guru dapat meminta siswa untuk menyatakan pendapatnya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Guru dapat mengecek apakah ada istilah-istilah yang mungkin belum diketahui atau dilupakan. Selain itu juga perlu dipahami, apa yang diketahui dan apa yang dinyatakan serta rumus-rumus apa yang diperlukan.
b.  Siswa tidak mengubah soal berbentuk verbal menjadi model matematika dan hubungannya.
Kesulitan belajar dapat ditunjukkan dengan beberapa gejala yaitu:
·         Menunjukkan prestasi yang rendah
·         Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan
·         Keterlambatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan
            Obyek yang dapat kita periksa untuk mengetahui penyebab kesukaran siswa belajar contohnya seperti: (a) materi yang diajarkan dianggap terlalu sulit, (b) pengajarannya yang kurang baik dan dapat disebabkan oleh kesalahan pengajaran dalam menyajikan metode ataupun tidak adanya alat peraga, dan (c) dari siswa sendiri disebabkan karena kelemahan jasmani, kurang cerdas, tidak ada minat, tidak ada bakat, emosi tidak stabil, suasana yang tidak mendukung.


BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
KESIMPULAN
1.      Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan.
2.      Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
3.      Pada kenyataanya, dalam proses belajar mengajar masih dijumpai bahwa siswa mengalami kesulitan belajar.
4.      Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
5.      Kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti: fisiologi, faktor sosial, faktor pedagogik.
SARAN
1.      Kepada guru matematika, disarankan memperhatikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar karena pembelajaran ini lebih inovatif.
2.      Kepada siswa disarankan lebih berani dalam menyampaikan pendapat atau ide-ide, dapat mempergunakan seluruh perangkat pembelajaran sebagai acuan, dan siswa akan lebih efektif.

  
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Hamalik, O., (2006), Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta.
Sihombing, W.L, (2011), Bahan Ajar Kapita Selekta II, FMIPA UNIMED, Medan.